Ulama Nusantara: Generasi Penerus Perkembangan Islam di
Nusantara (11)
H.O.S COKROAMINOTO
Nama lengkapnya
Raden Hadji Oemar Said Tjokroaminoto lahir di Desa Bukur Madiun, Jawa Timur, 16
Agustus 1882 dan meninggal di Yogyakarta, 17 Desember 1934 pada usia 52 tahun
adalah seorang pemimpin organisasi Sarekat Islam (SI) di Indonesia.
Tjokroaminoto adalah anak kedua dari 12 bersaudara. Kakeknya, RM Adipati Tjokronegoro adalah seorang bupati di Ponorogo, Jawa
Timur, sedangkan ayahnya, Raden Mas Tjokroamiseno adalah wedana distrik Kleco,
Madiun. Ia secara formal tak pernah nyantri, sekolah ditempuhnya dengan sistem
pendidikan barat. Karena itu, ia menguasai bahasa Inggris dan Belanda.
Pendidikan dasarnya ditempuh di Madiun, disekolah Belanda. Kemudian
pendidikan lanjutnya ia tempuh di OSVIA (Opleiding School Voor Inlandsche
Ambtenaren “Sekolah Pendidikan untuk Pegawai Pribumi”) di Magelang (1902).
Di OSVIA, lama pendidikan adalah 5 tahun dan bahasa pengantarnya adalah bahasa
Belanda. Sekolah ini tidak saja terbuka bagi anak-anak golongan priyai, tetapi
terbuka juga bagi anak-anak golongan biasa yang ingin memasuki dinas pangreh
praja. Setelah lulus dari OSVIA, pada tahun 1902 sampai 1905 Tjokroaminoto
menjadi juru tulis patih di Ngawi (Jawa Timur), kemudian menjadi patih (pejabat
dalam lingkungan pegawai negara pribumi), pembantu utama pada seorang bupati
(regent). Pada bulan September 1905 ia minta berhenti dari jabatan. Alasannya,
karena ia merasa tidak puas dalam kehidupan kepegawaian, tidak banyak
menggembirakan hati dan terus-menerus berjongkok dan menyembah. Tak lama
setelah ia menikah dengan Suharsikin, putri dari patih Ponorogo.
Merasa sulit
berkembang di kota Semarang, beliau kemudian memutuskan
pindah ke Surabaya. Di kota Surabaya ini beliau bekerja pada sebuah
firma yang bernama Kooy & Co, antara tahun 1907-1910. Disamping
bekerja, beliau juga tidak lupa meluangkan waktu untuk menambah
ilmu pengetahuannya. Beliau melanjutkan pendidikan di sekolah B.A.S
(Burgerlijke Avond School). B.A.S adalah sebuah pendidikan teknik yang
diadakan pada malam hari, beliau mengambil jurusan mesin. Setelah menamatkan
sekolahnya di B.A.S, agaknya Tjokroaminoto sudah tidak tertarik
lagi untuk meneruskan pekerjaannya di perusahaan Firma Kooy & Co.
Kemudian beliau berhenti dan bekerja sebagai Learning Machinis (magang
ahli mesin) selama satu tahun lamanya, yaitu dari tahun 1911 sampai
1912. Kemudian beliau pindah bekerja lagi ke sebuah pabrik gula, di daerah
Rogojampi, di dekat kota Surabaya sebagai seorang Chemiker ahli kimia
analisis.
Selain sebagai pegawai swasta, dirumahnya juga Cokroaminoto menerima
kos-kosan yang dikelola oleh istrinya yaitu Soeharsikin dengan membuka rumahnya
untuk indekost para pelajar di Surabaya. Pelajar yang indekost di rumah
Tjokroaminoto sekitar 20 orang. Setiap orang membayar Rp 11. Istri Tjokroaminoto,
Soeharsikin, yang mengurus keuangan mengenai rumah indekos
tersebut. Kebanyakan dari mereka bersekolah di M.U.L.O (Meer Uitgebreid
Lager Onderwijs), atau H.B.S (Hollands Binnenlands School).
De Ongekroonde van Java atau "Raja Jawa Tanpa Mahkota"
bernama Tjokroaminoto adalah salah satu pelopor pergerakan di indonesia dan
sebagai guru para pemimpin-pemimpin besar di Indonesia.
Di
antara siswa yang indekost tersebut adalah Soekarno, Kartosoewiryo, Sampoerno,
dan Abikoesno, Alimin dan Moesso. Mereka tidak hanya makan
dan tidur di rumah Tjokroaminoto, tetapi juga berdiskusi baik dengan
sesama teman maupun dengan Tjokroaminoto. Sehingga rumah Tjokroaminoto
adalah ibarat kancah yang terus menerus menggembleng dan membangun
ideologi kerakyatan, demokrasi, sosialisme, dan anti imperialisme. Karena rumahnya banyak disinggahi para pemuda yang sedang menyelesaikan
studinya di Surabaya, Tjokroaminoto juga banyak memberikan kursus-kursus kepada
mereka. Diantaranya untuk belajar agama dan juga belajar mengembangkan kemampuan berpolitik agar
dapat terlepas dari cengkraman penjajah kolonial. Tjokroaminoto bertekad
untuk membentuk murid-muridnya sebagai sosok manusia yang dapat
meneruskan estafet perjuangan beliau dalam mewujudkan cita-cita kemerdekaan.
Di tangan Tjokroaminoto lah mereka berinteraksi dengan dunia Politik.
Banyak alumni rumah kos Tjokroaminoto yang kemudian tumbuh menjadi
tokohtokoh besar yang mewarnai dunia pergerakan Nasional. Soekarno dengan Nasionalisme-nya
kemudian mendirikan Partai Nasional Indonesia. Semaoen,
Alimin, dan Musso dengan Komunisme-nya menjadi tokoh-tokoh utama
Partai Komunis Indonesia, serta S.M. Kartosoewirjo dengan Islam fundamentalis-nya kemudian menjadi pemimpin Darul Islam/Tentara Islam Indonesia
(DI/TII). Di rumah itu juga, tokoh-tokoh Muhammadiyah seperti KH.
Ahmad Dahlan dan KH. Mas Mansyur sering bertukar pikiran.
Pada bulan Mei
1912, HOS Tjokroaminoto mendirikan organisasi Sarekat Islam yang sebelumnya
dikenal Serikat Dagang Islam dan terpilih menjadi ketua. Seiring
perjalanannya, SI digiring menjadi partai politik setelah mendapatkan status
Badan Hukum pada 10 September 1912 oleh pemerintah yang saat itu dikontrol oleh
Gubernur Jenderal Idenburg. SI kemudian berkembang menjadi parpol dengan
keanggotaan yang tidak terbatas pada pedagang dan rakyat Jawa-Madura saja.
Kesuksesan SI ini menjadikannya salah satu pelopor partai Islam yang sukses
saat itu.
Salah satu
trilogi darinya yang termasyhur adalah Setinggi-tinggi ilmu,
semurni-murni tauhid, sepintar-pintar siasat. Ini menggambarkan suasana
perjuangan Indonesia pada masanya yang memerlukan tiga kemampuan pada seorang
pejuang kemerdekaan. Dari berbagai muridnya yang paling ia sukai adalah Soekarno hingga
ia menikahkan Soekarno dengan anaknya yakni Siti Oetari,
istri pertama Soekarno. Pesannya kepada Para murid-muridnya ialah "Jika
kalian ingin menjadi Pemimpin besar, menulislah seperti wartawan dan
bicaralah seperti orator". Perkataan ini membius murid-muridnya hingga
membuat Soekarno setiap malam berteriak belajar pidato hingga membuat kawannya, Muso, Alimin, Kartosuwiryo, Darsono, dan yang lainnya
terbangung dan tertawa menyaksikannya.
Diantara karya intelektual Tjokroaminoto, baik yang berupa buku maupun
dalam bentuk lainnya adalah sebagai berikut:
a.
Tarikh Agama Islam (1963). Buku
ini diterbitkan oleh penggalian dan penghimpunan Sejarah Revolusi Indonesia, Jakarta, 1963. Buku ini
ditulis berdasarkan literatur diantaranya: The Spirit Of Islam, karya
Amir Ali, dan The Ideal of Prophet.
b. Islam dan Sosialisme (1924). Buku ini merupakan Magnum Opus Tjokroaminoto,
yang ditulis di Mataram pada bulan November 1924, dan diterbitkan
oleh penerbit Bulan Bintang Jakarta.
c.
Reglament Umum Bagi Umat Islam (1934). Karya
ini selesai ditulis pada tanggal 4 Februari 1934, dan disahkan oleh kongres PSII di
Banjarnegara pada tanggal 20-26 Mei 1934 yang mengupas tenang Akhlaq, Aqidah, Perkawinan,
Ekonomi, Amar Ma’ruf Nahiy Munkar serta perjuangan.
d.
Kultur dan Adat Islam tahun (1933).
e.
Tafsir program dan Azaz Tandim (1965), dan beberapa majalah Islam lainnya.
Tjokroaminoto meninggal di Yogyakarta, Indonesia, pada tanggal 17 Desember 1934 pada usia 52 tahun. Ia
dimakamkan di TMP Pekuncen, Yogyakarta,
setelah jatuh sakit sehabis mengikuti Kongres SI di Banjarmasin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar