Ulama Nusantara: Generasi Penerus Perkembangan Islam di Nusantara
SYEKH SYAMSUDDIN AS-SUMATERANI
Nama lengkapnya adalah Syekh Syamsuddin ibn Abdullah as-Sumaterani,
sering juga di sebut Syamsuddin Pasai. Ia merupakan ulama besar yang pernah hidup di
Aceh. Sayangnya, tidak banyak yang mengetahui mengenai biografinya karena
langkanya sumber-sumber akurat yang dapat dijadikan sebagai rujukan. Hanya saja
dari kitab seperti Bustān
al-Salātīn dan Hikayat Aceh serta catatan orang-orang Eropa
yang mengunjungi Aceh pada abad ke-16 dan permulaan abad ke-17 kita ketahui
bahwa Syamsudin adalah seorang tokoh yang sangat penting di istana Aceh. Ia
dilahirkan di Pasai. Tanggal lahirnya tidak diketahui. Ia wafat pada 12 Rajab
1039 Hijriyah (24 Februari 1630 M). Nuruddin Ar-Raniri mencatat kematiannya
dengan kalimat positif: “ Syahdan pada masa itulah wafat Syekh Syamsuddin Ibn
‘Abdullah as-Sumatrani pada malam Isnain dua belas hari bulan Rajab pada
Hijriyah 1039. Adapun Syekh itu alim pada segala ilmu dan ialah tasawuf dan
beberapa kitab yang dita’lifkannya.
Pada masa pemerintahan Syah Alam (Sultan Alauddin Ri’ayat Syah Al-Mukammil) antara tahun 1589-1604 M,
Syamsuddin sudah menjadi orang kepercayaan Sultan Aceh. Ketika utusan Portugis menyerahkan surat
kepada Al-Mukammil, Syamsudin ditunjuk sebagai orang yang membacakan surat
tersebut. Syamsuddin merupakan
salah satu ulama yang paling terkemuka di Aceh. Ia berpengaruh serta berperan
besar dalam sejarah pembentukan dan pengembangan intelektualitas keislaman di
Aceh pada kisaran abad ke-l7 dan beberapa dasawarsa sebelumnya. Syamsudin adalah tokoh yang sangat dihormati oleh raja dan seluruh
rakyat, karena orangnya sangat bijaksana dan berpenampilan tenang.
Mengenai hubungan Hamzah
Fansuri dengan Syamsuddin, sejarawan A. Hasjmy cenderung memandang Syamsuddin
sebagai murid dari Hamzah Fansuri. Pandangannya ini diperkuat dengan
ditemukannya dua karya tulis Syamsuddin yang merupakan ulasan terhadap karya
Hamzah Fansuri. Kedua karya tulis Syamsuddin itu adalah Syarah Ruba'i Hamzah
Fansuri dan Syarah Syair Ikan Tongkol. Syamsuddin
merupakan sufi Aceh yang terkemuka. Ia merupakan pengikut paham Ibnu’Arabi. Ia
memilik peranan yang sangat besar dalam penyebaran paham waḥdāt al-wujȗd yang di Aceh disebut sebagai paham wujudiyah. Ia adalah orang
Indonesia yang pertama yang menguraikan ajaran martabat tujuh, suatu adaptasi dari teori
emanasinya Ibnu Arabi. Namun, paham ini sangat ditolak oleh Nuruddin Ar-Raniri.
Banyak sejarawan berpendapat bahwa ajaran-ajaran dan doktrin-doktri Syamsuddin
adalah sesat dan menyimpang. Oleh karena itu, mereka dianggap tokoh mistik
sesat dan murtad yang bertentangan dengan sufi ortodoks seperti Ar-Raniri dan
Al-Sinkili.
Syamsuddin mempunyai murid yang sangat banyak, akan tetapi, ketika Sultan
Iskandar Tsani (1636-1641) naik tahta dan Nuruddin Ar-Raniri mendapat sokongan
dari sultan, pengaruh Syamsudin kian melemah. Buku-bukunya dibakar, karena
dianggap sesat. Pada tahun 1630, Syamsudin wafat, sejurus setelah angkatan Aceh
dikalahkan oleh Malaka.
Karya-karya tulis yang ditulis oleh Syamsudin
sangatlah banyak. Namun, karena pembakaran karya-karyanya oleh Nuruddin
Ar-Raniri mengakibatkan karya Syamsuddin yang sampai pada kita sangat sedikit
sekali. Ada sekitar 21 karya yang ia hasilkan. Diantaranya adalah Jawhār al-Haqā'iq. Kitab ini
menyajikan pengajaran mengenai martabat tujuh dan jalan untuk mendekatkan diri
kepada Tuhan. Risālah Tubayyin
Mulahazhat al-Muwhhidīn wa al-Mulhidīn fī Dzikr Allah. Kitab ini mengandung
penjelasan tentang perbedaan pandangan antara kaum yang mulhid dengan yang bukan mulhid. Mir’at al-Mu'minīn merupakan naskah yang berupa tanya
jawab tentang kepercayaan Islam. Syarah
Ruba'i Hamzah Fansuri merupakan
karyanya yang berisi tentang pengertian kesatuan wujud (waḥdāt al-wujȗd). Syarah Sya'ir Ikan Tongkol merupakan ulasan (syarh) terbadap
48 baris sya'ir Hamzah Fansuri yang mengupas
soal Nur Muhammad dan cara untuk mencapai fana' di dalam Allah.
Satu
lagi karya Syamsuddin ialah Kitab
Mi’rat al-Muhaqqiqīn. Naskah ini merupakan himpunan risalah risalah yang
ditulisnya. Di antara risalah yang disebut judulnya ialah Kitab al-Ḩarākah, Mir’at al-Qulȗb, Nur al-Daqā'iq, dan Ushul Tahqiq.
Isinya tentang makrifat Allah, hubungan sifat dan zat, jenis-jenis zikir, dan
martabat tujuh yang diuraikan panjang lebar. Melihat
begitu banyaknya karya yang ia hasilkan, para ahli mengakui betapa besar
sumbangan yang telah ia berikan dalam perkembanagan Islam pada masa itu. Abdusshamad al-Palimbānī juga memuji kitab karangan Syamsudin yang
banyak mengandung pemikiran falsafah dan nilai seni yang tinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar