Selasa, 18 Oktober 2016


Ulama Nusantara: Generasi Penerus Perkembangan Islam di Nusantara (2)
SYEKH SYAMSUDDIN AS-SUMATERANI

Nama lengkapnya adalah Syekh Syamsuddin ibn Abdullah as-Sumaterani, sering juga di sebut Syamsuddin Pasai. Ia merupakan ulama besar yang pernah hidup di Aceh. Sayangnya, tidak banyak yang mengetahui mengenai biografinya karena langkanya sumber-sumber akurat yang dapat dijadikan sebagai rujukan. Hanya saja dari kitab seperti Bustān al-Salātīn dan Hikayat Aceh serta catatan orang-orang Eropa yang mengunjungi Aceh pada abad ke-16 dan permulaan abad ke-17 kita ketahui bahwa Syamsudin adalah seorang tokoh yang sangat penting di istana Aceh. Ia dilahirkan di Pasai. Tanggal lahirnya tidak diketahui. Ia wafat pada 12 Rajab 1039 Hijriyah (24 Februari 1630 M). Nuruddin Ar-Raniri mencatat kematiannya dengan kalimat positif: “ Syahdan pada masa itulah wafat Syekh Syamsuddin Ibn ‘Abdullah as-Sumatrani pada malam Isnain dua belas hari bulan Rajab pada Hijriyah 1039. Adapun Syekh itu alim pada segala ilmu dan ialah tasawuf dan beberapa kitab yang dita’lifkannya.
Pada masa pemerintahan Syah Alam (Sultan Alauddin Ri’ayat Syah Al-Mukammil) antara tahun 1589-1604 M, Syamsuddin sudah menjadi orang kepercayaan Sultan Aceh. Ketika utusan Portugis menyerahkan surat kepada Al-Mukammil, Syamsudin ditunjuk sebagai orang yang membacakan surat tersebut. Syamsuddin merupakan salah satu ulama yang paling terkemuka di Aceh. Ia berpengaruh serta berperan besar dalam sejarah pembentukan dan pengembangan intelektualitas keislaman di Aceh pada kisaran abad ke-l7 dan beberapa dasawarsa sebelumnya. Syamsudin adalah tokoh yang sangat dihormati oleh raja dan seluruh rakyat, karena orangnya sangat bijaksana dan berpenampilan tenang.
Mengenai hubungan Hamzah Fansuri dengan Syamsuddin, sejarawan A. Hasjmy cenderung memandang Syamsuddin sebagai murid dari Hamzah Fansuri. Pandangannya ini diperkuat dengan ditemukannya dua karya tulis Syamsuddin yang merupakan ulasan terhadap karya Hamzah Fansuri. Kedua karya tulis Syamsuddin itu adalah Syarah Ruba'i Hamzah Fansuri dan Syarah Syair Ikan Tongkol.   Syamsuddin merupakan sufi Aceh yang terkemuka. Ia merupakan pengikut paham Ibnu’Arabi. Ia memilik peranan yang sangat besar dalam penyebaran paham wadāt al-wujȗd yang di Aceh disebut sebagai paham wujudiyah. Ia adalah orang Indonesia yang pertama yang menguraikan ajaran martabat tujuh, suatu adaptasi dari teori emanasinya Ibnu Arabi. Namun, paham ini sangat ditolak oleh Nuruddin Ar-Raniri. Banyak sejarawan berpendapat bahwa ajaran-ajaran dan doktrin-doktri Syamsuddin adalah sesat dan menyimpang. Oleh karena itu, mereka dianggap tokoh mistik sesat dan murtad yang bertentangan dengan sufi ortodoks seperti Ar-Raniri dan Al-Sinkili. Syamsuddin mempunyai murid yang sangat banyak, akan tetapi, ketika Sultan Iskandar Tsani (1636-1641) naik tahta dan Nuruddin Ar-Raniri mendapat sokongan dari sultan, pengaruh Syamsudin kian melemah. Buku-bukunya dibakar, karena dianggap sesat. Pada tahun 1630, Syamsudin wafat, sejurus setelah angkatan Aceh dikalahkan oleh Malaka.
Karya-karya tulis yang ditulis oleh Syamsudin sangatlah banyak. Namun, karena pembakaran karya-karyanya oleh Nuruddin Ar-Raniri mengakibatkan karya Syamsuddin yang sampai pada kita sangat sedikit sekali. Ada sekitar 21 karya yang ia hasilkan. Diantaranya adalah Jawhār al-Haqā'iq. Kitab ini menyajikan pengajaran mengenai martabat tujuh dan jalan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Risālah Tubayyin Mulahazhat al-Muwhhidīn wa al-Mulhidīn fī Dzikr Allah. Kitab ini mengandung penjelasan tentang perbedaan pandangan antara kaum yang mulhid dengan yang bukan mulhid. Mir’at al-Mu'minīn merupakan naskah yang berupa tanya jawab tentang kepercayaan Islam. Syarah Ruba'i Hamzah Fansuri merupakan karyanya yang berisi tentang pengertian kesatuan wujud (wadāt al-wujȗd). Syarah Sya'ir Ikan Tongkol merupakan ulasan (syarh) terbadap 48 baris sya'ir Hamzah Fansuri yang mengupas soal Nur Muhammad dan cara untuk mencapai fana' di dalam Allah.
Satu lagi karya Syamsuddin ialah Kitab Mi’rat al-Muhaqqiqīn. Naskah ini merupakan himpunan risalah risalah yang ditulisnya. Di antara risalah yang disebut judulnya ialah Kitab al-arākah, Mir’at al-Qulȗb, Nur al-Daqā'iq, dan Ushul Tahqiq. Isinya tentang makrifat Allah, hubungan sifat dan zat, jenis-jenis zikir, dan martabat tujuh yang diuraikan panjang lebar. Melihat begitu banyaknya karya yang ia hasilkan, para ahli mengakui betapa besar sumbangan yang telah ia berikan dalam perkembanagan Islam pada masa itu. Abdusshamad al-Palimbānī juga memuji kitab karangan Syamsudin yang banyak mengandung pemikiran falsafah dan nilai seni yang tinggi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar